[fableseries]
barusan saja mendengar kembali cerita ini, dan disela waktu dan upaya mencari kantuk, dituliskan ulang sajalah...
2 ekor tikus, sekian lama diam di lubang mereka yg hanya punya satu jalan masuk yg juga satu2nya jalan keluar. dan seekor kucing setia menanti di depan pintu itu. postur siap terjang dan terkam sang kucing begitu kentara dan menggentarkan 2 ekor tikus yg terperangkap di lubangnya sendiri. lubang tempat mereka hidup tidaklah buruk, paling tidak untuk standar kehidupan tikus. bahkan bagi standar tikus, lubang tempat tinggal mereka termasuk diatas rata - rata standar tempat tinggal kaum tikus. tidak mewah, tapi lebih dari cukup.
dan tak perlu kita ragukan bahwa alam memang menggariskan tikus (dan seluruh mahluk hidup tentu saja) selalu mengikuti naluri paling mendasar untuk bertahan hidup dengan: makan dan segala upaya mendapatkan makanan.
dan tak perlu kita pertanyakan mengapa alam menggariskan kucing selalu geram dendam penuh gairah memburu menyantap tikus.
dan sebelum tiba masa hadirnya seekor kucing yg dengan setia menjaga satu2nya jalan masuk keluar lubang itu. segala upaya dilakukan tikus untuk mengepul dan menimbun makanan. kadang mereka ambil utuh, sering hanya sisa saja yg mereka dapatkan. dan untuk saat itu, cukup atau bahkan lebih dari cukup untuk mereka.
sejak hadirnya kucing yg entah mengapa amat setia menjaga jalan masuk keluar itu, tak leluasa lagi, bahkan tak bisa lagi mereka keluar mencari dan mengupayakan makanan. mereka tak tahu bagaimana kucing bisa bertahan sekian lama setia menongkrongi jalan itu, mereka tak tau dan bingung bagaimana kucing sekian lama mendapatkan makanannya sendiri selain menunggu menyantap mereka yg memendam diri di lubang, yg mereka tau, mereka sendiri butuh makanan, segera.
kucing kadang mengintip ke lubang, kadang mengaisngaiskan cakarnya ke dalam, tentu saja tikus sudah mengantisipasi dengan memipihkan badannya dan menjauh dari cakar cakar itu.
tikus sering mengintip keluar lubang, mengamati situasi dan tentu saja mencari peluang bagaimana bisa keluar tanpa terkejar cakar tanpa teraih taring kucing. Namun entah kenapa, kucing siaga satu selalu, setia.
matanya tajam, otot kaki kakinya mengencang dan siap dipakai sprint dengan percepatan mencapai kecepatan maksimum hanya dalam hitungan kurang dari sedetik, itu hasil pengamatan tikus ketika mereka mengintip sedikit saja di lubang dan bau tubuh mereka tercium oleh hidung dengan kumis panjang kucing.
hingga suatu waktu, di upaya pengintipan yg entah keberapa kalinya entah sudah menginjak hari keberapa mereka terpendam terkurung di lubang itu, mereka nyaris saja bersorak kegirangan bila tidak ingat akan kewaspadaan: si kucing nampak seperti tertidur, dan bila mereka bersorak dikhawatirkan akan terbangun!
tikus pertama menawarkan tikus kedua untuk terlebih dahulu keluar lubang, supaya nanti dapat kehormatan mendapatkan makanan utama! begitu katanya.
tikus kedua tertawa. entah bagaimana suara tertawa tikus, tapi begitulah adanya. di sela tawanya dia lantangkan; dan makanan itu untukku, hanya untukku, tidak akan kusisakan untukmu yg berpurapura memberi kehormatan dan kemudian hanya diam menunggu di lubang ini sampai aku kembali membawa makanan! begitukah? tawanya cukup keras.
dan kucing jadi terbangun.
dan mereka, kucing dan tetikus, kembali ke situasi klise, saling mengintip, saling menunggu. kucing tajam mengawasi, tikus waspada mengamati.
waktu tak pernah memberi peluang bagi mereka yg berharap ia akan berhenti, tak peduli tak mau tahu, ia terus saja berlalu. dan ketika kita mulai menghitung nafas yg sudah mulai hilang satu persatu, ia malah akan semakin kencang berlari.
tikus semakin lapar, kucing pun mungkin sama. mengingat mereka tak saling beranjak dari situasi stagnan, status quo, tak ada yg mengambil langkah berarti.
dan sang waktu tidak mencatatkan satu kata ini dalam kamusnya: kompromi. ia masih saja, terus saja, berlalu.
dan diantara semua kejadian dalam hidup yg kita alami, selalu ada minimal satu kejadian tunggal yg menentukan arah hidup dan memberi arti. mari kita rangkum saja hal itu dalam kalimat ini: kejutan hidup, dan semua bentuk harapan yg ditimbulkannya. dan ini yg kemudian terjadi: si kucing, entah kenapa terbaring terkulai lemah. matanya yg biasanya tajam menatap ke lubang ikus, kini terpejam dan kehilangan cahaya hidup. otot otot kaki yg selalu mengencang setiap dia mencium bau tikus mengintip dari lubang, kini terlihat tipis kurus dan tak bertenaga. dadanya yg sebelumnya terlihat berotot membusung melambangkan jumawa kaum pemangsa, kini cekung menampilkan garis tulang tubuhnya.
tikus pertama berbisik, apakah ia tertidur seperti sebelumnya?
tikus kedua menggumam, apakah ia hanya berpura tidur?
tikus pertama menggerutu sambil memicingkan mata, awas jangan lantang bicara lagi dan membangunkan dia!
tikus kedua menyorongkan kepalanya keluar lubang dan setengah berbisik, apakah, mungkinkan, ia mati?
tikus pertama kemudian ikut mendorongkan diri sedikit saja agar matanya dapat menilisik kucing di kejauhan, apakah dia juga kelaparan seperti kita?
tikus kedua manggut manggut, pastilah kemampuan bertahan hidup kucing tak sebaik kita, para tikus, bukankah kita selalu disebut sebagai mahluk yg mampu bertahan hidup?
tikus pertama bertanya dan masih saja berbisik, jadi kamu yakin dia mati?
tikus kedua memunculkan lagi kepalanya keluar lubang dan menjawab dengan tak lagi berbisik, semua tanda kehidupan tak tampak lagi, aku mencium aroma kematian, tidakkah kau cium bau yg sama?
kedua tikus itu pun menyorongnyorongkan hidungnya dan mengedutngedutkan hidung membaui udara.
tikus kedua angkat bicara dengan tegas, aku yakin dia mati.
tikus pertama menunjukkan muka ragu, bagaimana kalau dia hanya pura - pura mati?
tikus kedua, kalo dia tidak mati, ketika kita sedikit saja keluar lubang seperti barusan kita lakukan untuk mengendus aroma dia, dia pasti terbangun dan mengaiskan cakarnya ke dalam lubang sebagaimana selalu ia lakukan selama ini!
tikus pertama masih ragu, apakah bisa kita dapatkan makanan sekarang?
itu yg ia tanyakan karena hanya itu yg ada dibenaknya saat ini.
tikus kedua menyela, tak ada gunanya, tak ada bedanya, diam di lubang ini kita akan mati kelaparan, nyaris tak bersisa makanan kita, aku akan keluar mencari makanan.
tikus pertama menahan tikus kedua, setengah memohon ia membujuk, janganlah kau paksakan keberuntunganmu...masih ada sisa yg bisa kita makan, kita berhemat sajalah sambil menunggu kepastian kucing itu, pasti membusuk ia!
tikus kedua terdiam sejenak kemudian menjawab, kau mungkin benar tentang kucing itu, tapi kau salah bila kita pun hanya diam menunggu dan membiarkan waktu berlalu, dan yg kau bilang sisa itu sudah lama tak layak makan, dan mati juga kita nanti karena memakan yg tak layak itu!
tikus pertama kesal dan geram, terserah kau saja, aku sudah peringatkan! jangan salahkan aku pada apa yg nanti terjadi padamu! aku lebih baik menunggu! paling tidak hangat di dalam lubang ini tidak berangin seperti di luar sana!
tikus kedua mulai beranjak dan mengerahkan tenaga terakhirnya menuju jalan keluar lubang, aku akan bawakan kau makanan nanti, walau kau tak membantuku, tetap akan kubawakan.
tikus pertama memalingkan muka, tak usah kau janjikan yg muluk, tak usah janjikan sesuatu yg tak bisa kau penuhi, aku tak mau mengikuti kebodohanmu! masih hidup saja sudah beruntung kau nanti!
dan tikus kedua bergerak dan bergerak, ragu ia tanggalkan, keyakinan ia mantapkan. namun waspada tetap ia kuatkan. penuh sekarang tubuhnya melewati jalan keluar lubang itu. ia tetap bergerak, dan melangkah, dan bergerak, dan melangkah. semakin mengecil jarak ia dan kucing itu, dan waktu kali ini terasa lambat berjalan ketika semakin mendekat tempat kucing berbaring. tak ada jalan lain, tak ada pilihan lain, harus dan tak bukan hanya melewati depan hidung si kucing jalan tersisa sebelum ia terbebas menuju ke arah makanan berada. semakin dekat ia, semakin kencang degup jantungnya sampai terasa sesak nafasnya. namun ia jalani juga, ia hadapi juga. kali ini ia alami, sesuatu yg sebelumnya hanya ia pahami hanya dalam bentuk kata, benar - benar ia pahami betul dia alami kali ini; satu - satunya cara menghadapi rasa takut, hanya bisa dengan dihadapi, dijalani.
..................................................................................
.................................................................
.........................................................
.................................................
...........................................
...................................
..........................
.....................
................
............
......
...
..
.
ia bernafas lega, dihembuskannya nafasnya panjang panjang, sudah lebih dari tiga langkah ia menjauh dari celah antara dinding dan hidung berkumis panjang si kucing. artinya, tahap pertama sudah ia lewati. ketika ia lewati hidung kucing itu, ia merasa masa paling kritis sudah ia lalui, karena tepat dibawah hidung kucing itu tersimpan taring dan tak jauh dari situ cakar juga tepat disebelah mulut kucing karena ia tidur, atau mati?, dengan posisi telungkup. dari ujung matanya ia lirik tikus pertama yg hanya mengintip dari lubang dengan mulut menganga dan muka yg tegang. kemudian sambil sedikit tersenyum ia menatap ke depan dengan pasti, sekarang ke tempat makanan berada! dan ia kemudian melangkah lagi.
dan kemudian...
..................................................................................
.................................................................
.........................................................
.................................................
...........................................
...................................
..........................
.....................
................
............
......
...
..
.
yg ia tahu,
yg ia ingat,
yg ia dengar terakhir kali,
sebelum semuanya menjadi gelap,
adalah suara jerit tikus pertama, kencang.
nyaring sekali namun hanya terdengar sekejap kemudian semua lenyap setelah rasa sakit luar biasa.
dan rasa sakit itu, sungguh tak terperi pedih perihnya, namun hanya terasa sekejap dan semua hilang, sirna, lenyap, pupus, punah.
tikus kedua sudah sampai di titik akhir perjalanannya, dan bilapun memang ada yg mencatatkan hidupnya, maka ia hanya akan menjadi bagian terlupakan dari sejarah. debu waktu yg segera akan terlupakan.
ia sudah mencoba, dan mati.
ia mati, setelah sebuah usaha.
ia menunjukkan upaya, dan sampai ia pada mati.
dan walau mati, mukanya tak menunjukkan raut sesal.
dan ia tetap saja, mati.
dan di lubang itu, tikus pertama menggigil, ngeri.
dan di lubang itu, tikus pertama tak bisa menahan desakan dari dalam tubuhnya, mengguncangguncangkan torsonya, dan karena tak ada lagi isi dalam perutnya, hanya cairan asam dan udara pahit yg ia muntahkan.
dan di lubang itu, tikus pertama menangis, lalu tertawa, menangis, lalu tertawa, menangis, lalu tertawa.
dan di lubang itu, tikus pertama meracau di tengah tawanya, sudah kubilang kan! tak kau dengar juga aku! sudah kubilang jangan betempur pegi betempur pula kau! entah ya mati lah kau! tercabik sudah tubuhmu oleh cakar kucing itu!
lalu kemudian ia menangis, dan masih saja muncul racau disela tangisnya, sudah kubilang jangan betempur pegi betempur pula kau! entah ya mati lah kau! sudah kubilang kan, kucing keparat itu hanya pura2 mati! dan habislah kau dicabik taring dan dimakannya!
lalu ia tertawa lagi, untung aku tak ikut kau! untung aku tak sebodoh kau! ha! ha! masih hidup lah aku! tak tercabik lah tubuhku!
lalu ia menangis, lagi, dan lagi. kali ini tak henti tangisnya. selama masih berkelebat dalam ingatannya terkaman kucing itu, tak kuasa ia hentikan tangisnya. masih terekam jelas bagaimana kucing itu tiba - tiba bangkit dalam sekejap mata, sekedip pun tak sampai, belum bertemu antara bulu mata dan bagian bawah mata, tiba - tiba sudah ditangkupnya tegenggam tikus kedua itu di tangannya, terselip diantara cakar yg sebagian menancap tajam ke tubuhnya. semakin keras tangisnya ketika ingatannya sampai pada saat taring kucing mencabik tubuh temannya itu, dan tubuh kurus temannya karena tak makan berhari hari tandas dalam sekejap.
sesekali kembali ia tertawa, ketika ingat bahwa ia merasa tak sebodoh temannya itu, dan ia masih hidup. terutama karena ketika tertawa ia jadi lupa perutnya tak terisi sekian lama.
namun lebih sering ia menangis, terus, sampai lelah dan tak ada lagi tenaga tersisa untuk menangis, tak ada lagi elan, dan hanya perih di perutnya yg mengingatkan ia masih hidup.
di luar sana, ia dengar geram kucing yg belum kenyang, dan nampaknya tak akan pernah ia kenyang. yg jelas, sekarang kucing itu memiliki tenaga lebih dibanding sebelumnya. dan masih saja ia coba kaiskaiskan tangannya ke dalam lubang mencoba meraih satu lagi santapannya.
dan kini, tikus pertama itu, terbaring, disana, di lubang tempat ia selama ini berlindung. di lubang yg selama ini ia ditemani dinding berlumut, lantai lembab, dan kecamuk antara dua pilihan;
menunggu akhir perjalanan hidup karena lapar, atau sampai pada saat dimana akhirnya ia tak kuasa lagi dan tak bertenaga lagi menghindarkan diri dari kaisan cakar kucing yg amat rajin mencari - cari.
dan
waktu
terus
berlalu.
dan waktu
terus berlalu.
dan waktu terus berlalu.
+salapanwelaseptemberteungahpeutinghesesare+
19 September 2010.